IBU, AKU BAHAGIA
IBU, AKU BAHAGIA
Sejenak kutatap wajah murung itu, sebelum aku menyapa murid-muridku.
Entah mengapa wajah itu mengusik hati. A si wajah sayu adalah murid yang
nilainya dibawah rata-rata untuk mata pelajaran yang aku ampu.
Sebenarnya aku tidak mempermasalahkan nilainya, tapi wajah sayunya itu
membuatku gelisah dan penasaran.
Sampai suatu saat, aku
memanggilnya saat jam istirahat. Aku ingin berbicara dari hati ke hati
dengannya. Tapi saat aku bertanya, ia hanya menatap ku dan menggeleng
pilu, aku melihat air mata yang menggantung di bola matanya. Aku tahu
ada banyak hal yang tak mampu disampaikannya dengan rangkaian kata-kata.
Akhirnya aku mengetahui persoalan keluarganya dari rekan
guru. Rekanku bercerita bahwa ibu si A ini berselingkuh dengan pamannya (
aku juga baru tahu kalau ayahnya menderita cacat di kaki dan bekerja di
Jakarta). Pernah suatu kali temannya bercerita padaku : bu Meita, si A
itu seringkali ingin bunuh diri. Ia merasa hidupnya sia-sia.
Tenggorokanku tercekat, hatiku tersentak mulutku terkunci tak tahu harus
apa mendengar laporan teman A ini. Malamnya aku merenungkan peristiwa
itu dan merasakan remuknya hati seorang anak kecil yang tak tahu harus
berbuat apa. Aku juga tak dapat memahami sebesar apa beban berat A
sehingga ia berkeinginan mengakhiri keceriaan masa kanak-kanaknya.
Lalu, aku mulai menuliskan surat untuknya.
A anakku, tahukah kamu bahwa Tuhan sangat mencintaimu. Engkau sangat
berharga dimataNya. Ibu tahu kesedihan dan bebanmu. Tapi maukah kamu
melupakan kesedihanmu. Banyak hal yang bisa kau lakukan. Buatlah dirimu
berguna paling tidak bagi dirimu sendiri dan keluargamu. Percayalah
selalu ada yang mendoakanmu dan melihatmu kelak sukses dan bahagia yaitu
saya. Percayalah Dia akan meopang hidupmu……Dia akan memberimu, yang
terbaik dan semuanya akan indah pada waktuNya.
Keesokan
paginya kuserahkan surat itu dan memintanya membaca dirumah. Hari
berikutnya aku merasa lega karena A datang dengan wajah yang berbinar.
Aku bisa kembali melihat canda tawanya. Sejak itu A meraih kemajuan yang
luar biasa untuk pelajaranku. Aku tak menyangka bahwa selembar kertas
mampu merubahnya sedemikian rupa. Aku bersyukur boleh ambil bagian dalam
perubahan hidupnya. Aku sangat bangga karena suatu ketika adiknya
datang padaku dan berkata, bu Meita ulangan Inggrisku bagus nilainya
kakak senang sekali mengajari aku pelajaran bahasa Inggris.Oh Tuhan….
Bukan main bangganya aku. Ternyata A memperhatikan nasehatku agar ia
berguna paling tidak untuk dirinya sendiri dan keluarganya.
Saat kelulusan A datang padaku dan mengucapkan terimakasih dan
mengatakan bahwa ia tak akan melupakanku. Sesekali aku memantau
perkembangan A. Entahlah sepertinya terjalin rasa untuk melindungi dia.
Tapi aku tahu bahwa ibunya tidak suka padaku. A mengatakan padaku, bu
jangan telepon kerumah, ke HP saja. Sejak saat itu aku tidak lagi
menghubungi dia. Sampai suatu saat dia meneleponku dan mengirim sms
padaku. Sekali lagi ia mengatkan dan menulis bahwa ia tak akan pernah
melupakan aku. Itulah terakhir kali ia menghubungi aku. Sepertinya sejak
itu ia pindah ke Jakarta mengikutinya ayahnya. Aku tahu bahwa
keluarganya ada masalah lagi yang cukup rumit sehingga A dan
adik-adiknya harus mengikuti ayahnya. Tapi biarlah itu menjadi proses
hidup A si guru kehidupanku.
Aku menulis catatan ini untuk
mengenang A, merenungkan betapa hebatnya ia. Walau saat itu tergolong
anak-anak, ia mampu menyimpan kepedihan hatinya, keburukan ibunya, beban
keluarganya. Ia hanya menyimpan semuanya itu di matanya bahkan air mata
pun tak sempat menetes dari matanya yang bening.
Jika suatu
saat A membaca catatan ini, ketahuilah nak, ada orang yang masih dan
selalu mendoakanmu . Ia menantimu datang tersenyum dan berkata, Ibu aku
bahagia…………..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar